Ia tak kunjung
sembuh dari sakit yang dideritanya, masalahnya bukan dia tak sungguh-sungguh
ingin sembuh atau tak cukup berusaha, hanya saja penyakit yang ia derita
terlalu mudah kumat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan ingatan,
seberapa kuat ia bisa mengubur ingatan, seberapa tangguh ia mengacuhkan hal-hal
yang perlu diingatnya. Sementara yang harus ia lupakan adalah sesuatu yang
ingin ia abadikan. Sementara yang ingin ia acuhkan adalah sesuatu yang amat
sangat menyita perhatiannya. Jadilah ia terkatung-katung sepanjung waktu,
sehari tersenyum lantas tiga hari kemudian menangis tak henti-henti. Sehari berwajah
ceria, seminggu setelahnya mendung seperti diikat diatas kepalanya,
menjadikannya suram dengan kilat yang sesekali muncul menyempurnakan wajah suramnya.
Ia barangkali
memang seorang pelupa, bahkan pada hal-hal yang semestinya ia diharamkan untuk
lupa, tetapi itu sama sekali tidak membantunya melupakan sesuatu yang ia tak
ingin lupakan, bahkan yang mati-matian ia pertahankan dalam ingatan. Ia menyebutnya
kenangan yang walaupun amat beragam jenisnya, ia suka mengingat-ingat hal-hal
manis darinya, tetapi hal-hal buruk dan menyakitkan tak kurang jumlahnya untuk
tiba-tiba menyergap ingatannya dan menyeretnya ke dalam kesedihan yang suram
dan berkilat-kilat itu.
Ia lupa ulang tahun
pacarnya, hal ini fatal sebab diwaktu yang bersamaan ia tak lupa untuk menagih coklat
yang dijanjikan pacarnya sewaktu ia pergi melancong keluar negeri. Ah, betapa
marah si pacar, ia yang punya senyum paling manis di dunia itu menjadi sesosok
yang menakutkan jika sedang ngambek. Jangankan coklat didapat, berhari-hari ia
tak mendapatkan sapaan yang amat ia rindukan dalam setiap detik kehidupannya. Alangkah lupa itu menjadi masalah yang serius baginya. Ia tak bisa, atau berangkali
belum bisa mendidik sifat lupa yang ia miliki agar sedikit memiliki tatakrama
dan tidak terus-terusan merepotkannya. Kalau dibuka kursus kilat mendidik lupa
agar bertatakrama dan memiliki integritas yang baik, tentu ia orang pertama
yang akan mendaftar. Sayangnya kursus semacam itu tidak ada, bahkan konon tak
tercatat di lauh al-mahfudz –tempat segala macam informasi ada-. Ia mendapatkan
bocoran itu dari bisikan gaib yang mempunyai reputasi buruk soal validitas
berita yang diberikannya.
Tetapi yang aku
salut darinya, ia tak henti-hentinya mencari cara agar bisa sembuh. Pada satu
hari dimana ia ceria, atau pada seminggu berikutnya dimana ia berwajah muram
akibat kesedihan yang tak bisa ia enyahkan, ia selalu merenungkan kemungkinan-kemungkinan
yang bisa ia lakukan untuk memperoleh kesembuhan. Akibat tak bisa menata lupa
itulah ia kini hidup dalam keterasingan, pacarnya barangkali tak lagi peduli
meski ia berharap sebaliknya, juga dengan orang-orang di sekitarnya ia mengisolasi
dirinya sendiri. Ia butuh sepi yang nyaris sunyi untuk berbenah. Ia tak butuh
nasihat atau saran yang makin memperparah sakitnya. Dalam sunyi itu ia tak lupa
mendoakan seluruh teman-temannya agar dilancarkan urusan-urusan mereka oleh
TYME, ia doakan pacarnya agar mendapatkan pekerjaan yang ia nyaman
melakukannya. Ia doakan kedua orangtuanya, agar suapaya tak terlalu timpang,
sebab ia tahu bahwa ayah, terutama ibunya senantiasa mengumamkan
harapan-harapan baik yang semoga didengar oleh malaikat yang saat itu sedang
lewat lantas berkenan nyangking untuk kemudian diamini oleh kanjeng nabi lantas
sampai ke haribaan Allah sebagai doa yang berkilauan penuh ketulusan.
Seperti yang kini
sedang booming di fesbuk, ketika engkau selesai membaca ini, ucapkanlah amin
agar engkau tak ketularan punya penyakit lupa sedemikian rumit, atau mungkin
jika beruntung bisa memperoleh kebaikan-kebaikan dalam hidup sebab ketulusan
sampean. Akan saya beri aba-aba biar kompak...
Satu, dua, tiga...
Aaaaa...minnn...
Terimakasih!
0 komentar:
Posting Komentar