Catatan Kecil di Malam Lebaran





Ada kesunyian, mungkin juga keterasingan di tengah riuhnya takbir. Aku nyaris lupa sepenuhnya masa kanak-kanak sewaktu menyalakan oncor di kampung dulu, berselempang sarung, berpeci miring, mengumandangkan takbir dengan nyaring. Keceriaan yang dulu itu kini berubah bentuknya, merenungkan banyak hal membuatku kehilangan wajah kanak-kanakku, hanya sedikit tersenyum dan lebih banyak diam. Dari keterasingan itu aku menemukan Tuhan, menemukan pekik takbirku sendiri, menemukan alasan kenapa aku musti bertakbir, tak hanya di lisan tapi juga seluruh waktu yang akan kujalani kedepan. Sementara masa lalu yang luput meninggalkan sesal yang boleh berlarut-larut aku akrabi, masa lalu itu guruku paling galak, yang tiap detik membentak-bentak dengan wajah marah.
Ada yang menabuh terbang, seirama detakku. Ada yang memukul kentongan, membuatku teringat kesalahan-kesalahan. Kegembiraan berpilin dengan keprihatinan. Tapi ada suara dari lubuk yang menyejukkan. Harapan harus dijaga senyaris apapun ia akan terenggut. Bahwa hidup itu tak sesuai harapan adalah kepastian yang harus dijalani, bahwa mungkin ada keluhan juga keputus-asaan yang seringkali bertamu, sebisanya kuhindari. Sebab syukur haruslah lebih melimpah, karena kasihNya senantiasa rekah dan tercurah.


0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Menelan kepahitan untuk disuguhkan menjadi sesuatu yang manis.