Aku Menunggu


Mestinya memang sudah kubunuh harapan. Agar ruang-ruang dalam diriku menjadi kosong dan bersedia untuk diisi selainnya. Tapi entah, aku sedang menunggu apa. Sesuatu yang akan membuatku tidak bisa bergerak lagi ataupun lari. Ya, aku sedang menunggu. Apakah ini seperti menunggu kematian tanpa memperjuangkan kehidupan? Semoga saja tidak begitu. Karena sudah mengakar dan beranting-ranting dilahirkan, maka jika hanya ditebang, aku hanya akan menunggu hujan untuk bersemi lagi. Kecuali hujan enggan turun, kecuali hujan pensiun. Apakah yang kutunggu adalah habisnya masa jabatan hujan? Kemudian nanti digantikan badai yang menghempaskan? Mencabut semua akarku dan mematahkan seluruh reranting yang sudah tumbuh?
Aku menunggu, sebab ia belum memberikan jawaban. Pagi ini, dikelilingi buncah perasaan yang mulai bisa kukendalikan, aku berusaha menerima segala-galanya. Kutarik-tarik tiap sisi dadaku agar menjadi lapang, hingga bisa kutampung beban seberat papaun yang masih bersembunyi di balik katup perasaannya. Mungkin karena kasihan. Syukur karena sayang.
Persis seperti yang aku harapkan, agar kamis menjadi seperti seabad lamanya. Karena aku dibuatnya menunggu, menunggu itu seperti membekukan waktu. Dan yang kuyakini, bukan berita bagus yang akan disampaikannya kepadaku, mungkin memintaku untuk enyah selama-lamanya, bisa jadi sesuatu yang lebih buruk. Benarkah ada sesuatu yang buruk? Alangkah sulit merubah anggapanku sendiri. Alangkah sulit menjadikan sakit sebagai sarana syukur dan bergembira.
Aku menunggu...




0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Menelan kepahitan untuk disuguhkan menjadi sesuatu yang manis.