Aku masih berfikir seperti apa
aku dalam anggapannya. Seperti apa aku dalam fikirannya. Tak henti-hentinya
kukhawatirkan bahwa sesungguhnya tak ada lagi kesempatan untukku memiliki
senyumnya, tawa dan candanya. Aku khawatir kehangatan yang masih menghuni dada
ini akan memudar seiring waktu yang rentan merebut ingatan.
Ketika kau telah merasa aman,
itulah saat dimana dirimu berada dalam situasi paling rentan.
Aku mengalaminya, aku mengalami
situasi yang persis seperti kata-kata
seorang samurai pada kawannya itu di akhr abad ke-16. Aku merasa telah “aman” bersamanya tetapi itu
sama dengan seribu tombak yang menghujam ke arahku hingga tanpa terasa
genggaman tangannya terlepas dari tanganku.
Barangkali, setiap hari, aku akan
bermimpi buruk. Semacam sekuel. Hollywood selalu membikin sekuel jika film yang
dirilisnya laku keras di pasaran. Barangkali kisahku ini laku kujual, bagaimana
menurutmu? Coba kasih judul yang keren?
“Nightmare in every Night”
Mirip iklan pasar malam!
Baik-baik, menjual kisahku ini
kupikir tidak perlu dan sepertinya juga tidak bakal laku. Kisah nyata yang
dieksploitasi untuk mendapatkan uang itu menggelikan rasanya. Lagipula kisahku
belum berakhir. Durasinya belum berjalan separuhnya, bersabarlah menunggu. Siapa tahu akan happy ending.
Kau sedang bicara dengan
dirimu sendiri?
Ya, kau pikir dengan
siapa?
Ah, ya, aku ingat. Karibmu hanya
dirimu sendiri.
Ya, kau itu!
Ah, ya, aku!
Dasar tolol!
Kau yang tolol, barusan kau
maki dirimu sendiri, goblok!
Hahaha...
Masih kau khawatirkan dirimu
sendiri?
Ya, aku sudah berlaku bodoh.
Mungkin memang tidak bisa
dihapuskan, masa lalu itu, semuanya yang sudah terlanjur menjadi milikmu. Kau tidak
bisa memilih yang baik-baik saja dalam hidup. Kau juga harus belajar menelan
kepahitan sebagai keniscayaan. Yang penting kan kesungguhanmu untuk terus
berproses menuju kebaikan.
Kau menceramahiku lagi tolol!
Ah, sudahlah...
Bukan begitu, kau
mengingatkaku padanya. Dia juga sering menasehatiku, aku suka ketika dia tanpa
sadar bilang sesuatu yang sok-sok begitu.
Hei, dia bukan sedang sok!
Iya iya, aku tau. Soalnya aku
sering mencandainya, kupanggil dia bu nyai.
Dia marah?
Enggak tau, yang kutau dia
hobi manyun!
Oh, makanya kau panggil dia...
Ya, itu, nggak perlu disebut.
Kenapa?
Bikin sensi, jadi keinget
kenangan-kenangan.
Dasar cengeng!
Biar ah!
0 komentar:
Posting Komentar