Setelah
berlalu beberapa minggu, aku seperti ditarik lagi pada sehari setelah kejadian
itu. Aku seperti hanya berputar-putar di dalam labirin yang menjebak yang aku
tidak tau jalan keluarnya. Seringkali aku tersenyum tanpa alasan, tertawa tanpa
sebab, meskipun lebih jarang menangis.
Mimpiku,
ujung dari mimpiku selalu saja menyedihkan sehingga membuatku terbangun dengan
nafas tak beraturan. Ada baiknya memang, aku jadi terbangun sebelum adzan subuh
berkumandang. Aku jadi lebih awal berkunjung ke kamar mandi, berkumur, membasuh
wajah, serta sekalian berwudhu. Kemudian dengan terkantuk-kantuk aku akan
mengetuk pintu Tuhan. Dengan menggeremang kusampaikan doaku satu-satu. Kubaca
shalawat cinta kepada baginda nabi sebagai pemula. Kumintakan kesejahteraan
untuk kedua orangtua, keluarga, serta kawan-kawan tercinta. Dan selalu terselip
doa untuknya, semoga senantisa Tuhan jaga dan cinta.
Apakah
doa orang ngantuk akan dikabulkan? Aku tidak pernah meragukan. Doa orang bisu
pun bisa dipahami-Nya. Urusanku berdoa, urusan mengabulkan itu urusany-Nya.
Urusanku selesai, urusan-Nya belum, ia berhutang kepadaku. Haha.
Kita
terlahir di dunia dengan apa-apa yang sudah dipilihkanNya
Ya,
aku terlahir tanpa bisa memilih dari orangtua mana. Tapi aku kira setelah
dewasa dengan akal yang kita punya, Tuhan memberi sedikit ‘takdirNya’ untuk
kita pinjam dan dayagunakan. Maksudku manusia diberi kemungkinan untuk
menentukan hidupnya meski tidak seutuhnya. Tuhan memberikan fasilitas yang
lengkap untuk itu. Tuhan memberi kita kemungkinan, untuk itu ada sesuatu yang
bernilai dosa dan pahala. Tuhan bikin pagar, kita dikasih akal agar kita tahu
bahwa yang di luar pagar tidak perlu kita datangi dan pergauli. Kalau cuma
ngintip tanpa ngicip boleh lah. Meskipun dalam satu kasus, Tuhan juga bilang
“mendekat pun jangan”
Aku
ini bandel, sering keluar masuk pagar. Padahal pakaian yang kukenakan sobek tak
karuan ketika memaksa menaikai pagar, dan sekujur tubuhku juga dipenuhi
luka-luka. Pagar itu seperti dipenuhi duri dan pisau yang bisa menyanyat
sendiri. Tapi sesekali, yang tampak di luar pagar itu amat mempesona dan
menggoda. Dan ketika sudah bersusah-susah kulewati pagar itu, yang kulihat
hanya kekosongan yang gersang. Aku kembali dengan tertundak, dengan pakain
compang-camping dan muka kusut. Kuketuk pintu pelan-pelan karena malu. Kuketuk
pintu karena aku tak mungkin naik pagar lagi sebab tenagaku sudah habis
terkuras. Tak sampai satu detik, pintu terbuka. Seorang –entah lelaki atau
perempuan- menyambutku dengan wajah berseri-seri. Diusapnya dahiku perlahan
sambil tersenyum. Aku terbuai hingga aku merasa bahwa semua luka-luka sudah tak
terasa. Semua luka-luka itu hilang. Kulirik ke bawah, baju yang kupakai tadi
juga sudah berganti dengan baju yang amat indah. Sederhana tetapi amat indah.
Aku
mendongak, memejamkan mata, dalam hati berdoa. Aku mengingat sebaris kalimat
darinya, bukan dari-NyA. Masih banyak alasan untuk tersenyum. Dan harapan,
tidak akan pernah terpenggal kepalanya. Nadinya masih akan mengalirkan darah ke
jantung jiwaku.
如果真有爱,真有缘分,自然会相见
Semoga
ini bukan mimpi (lagi), Tuhan...
0 komentar:
Posting Komentar