Ngrames



Setiap hari bertambah daftar kesalahan yang musti lebih kuperhatikan dan kurawat dengan tekun agar tumbuh menjadi benih-benih kebaikan yang mungkin bisa kupersemaikan pada ladang-ladang kehidupanku.  Tampaknya tidak perlu kurisaukan kapan masa panen tiba, bisa dua atau tiga keturunan. Seperti mengantri, kesalahan-kesalahan itu datang satu persatu menyodorkan wajahnya yang asing, baru kukenali setelah mereka mengenalkan diri.
Kuhembuskan nafas berat, beberapa kali dengan teratur. Tampaknya hal ini membuatku lelah meski enggan kuakui. Bagaimanapun, selelah apapun, aku tak mungkin kembali ke belakang. Yang kutinggal tak akan kulupakan memang, tapi tidak untuk dipergauli lagi kecuali dengan metode yang berbeda yang belum semuanya aku temukan.
Banyak fikiran kekanak-kanakan yang masih menggumpal di kepalaku. Yang kadang seperti menghantam sebelah kepalaku hingga tak bisa kudengarkan suara. Kadang tak bisa kukenali juga wujud kasih sayang yang amat banyak mengelilingiku dengan berbagai wujudnya, sebab kepalaku yang berat sebalah dan terus-menerus kena hantam.
Kekasihku pergi, meskipun sesungguhnya tidak ada yang benar-benar pergi. Sikap yang salah memang harus segera diganti, yang hari nurani sudah bisikkan setiap hari kepada tiap-tiap manusia. Diantara manusia itu ada aku yang terhimpit ditengah-tengahnya dan menjadi tolol hingga hati nuraniku hampir saja frustasi.
Terlalu banyak kemungkinan yang aku memaksa untuk mengetahui dan memastikan seluruhnya, seutuhnya. Dan saat ini yang kudamba-damba cuma satu kemungkinan saja. Sedangkan ‘dia’ menyebutnya ketidakmungkinan meski selalu ia semogakan, maka pupus sudah kemungkinan bagiku.
Di kanan dan kiriku, atas dan bawahku, depan belakangku, sampingku masih terus berseliweran kemungkinan-kemungkinan yang coba menarikku untuk meyakini salah satunya. Kutampik semuanya, sebab aku pernah dibuat amat kecewa dengan prasangka. Tanpa kemungkinan tidaklah buruk, mungkin sebaliknya, ia baik. Dan aku tidak perlu lelah berprasangka yang bukan-bukan, karena seluruh prasangka memang ‘bukan-bukan’ ‘kan?
Mengalirlah sungai...
Untuk saat ini aku musti menjadi air sungai dengan keniscayaannya mengalir ke tempat yang lebih rendah untuk ditujunya. Alangkah indah perumpamaan sungai ini bagiku sekarang.
Sudah jadi terminal ke berapa kau, sungai, bagiku?
Masih berapa terminal lagi harus kusinggahi sebelum terminal terakhir yang kuidam-idamkan untuk sekedar mengintip saja wajah kekasih yang mulia. Perjalanan singkat yang amat panjang sebenarnya. Hidup jika dikerjakan sepenuhnya, sesuai protokoler yang membikinnya, adalah perjalanan panjang. Di tepi-tepinya ada tai dan mutiara. Kau ambil yang mana? Tergantung mata dan hidung jiwamu, buta atau jeli, pembau atau mati fungsi?



0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Menelan kepahitan untuk disuguhkan menjadi sesuatu yang manis.