Sketsa Siang

Nafasku yang sebongkah-sebongkah kuhembuskan perlahan dan tergeletak di lantai tanah. Kuhirup lagi udara sebesar biji sawi sambil memejamkan mata dan menajamkan pendengaran, sebab dari jauh terdengar suara badai mendekat mengendap. Sekali lagi, bongkahan paling besar jatuh menggelinding mengenai bongkahan-bongkahan nafas sebelumnya. Tak habis pikir, biji sawi itu menjadi berkali-kali lipat besarnya ketika kukeluarkan dari dua rongga hidung yang sama. Tapi ia tak lagi biji sawi, ia lebih mirip bola salju berwarna hitam yang kulit luarnya kasar. Wajahnya muram, matanya sayu seperti habis menagis seharian.
Kuatur degup jantungku agar tak tergesa memacu. Kuhirup lagi udara sebesar biji sawi. Agak lama kutahan dan tak kukeluarkan. Sebelum kuhembuskan lagi, aku membikin lelucon yang bisa bikin hatiku tertawa terpingkal, yang bikin hatiku gembira.
Dan, aku tersenyum. Lalu kuhembuskan amat perlahan...

Jutaan kupu-kupu berwarna pelangi seperti tersembur dari ronggo hidungku. Badai tak jadi datang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Menelan kepahitan untuk disuguhkan menjadi sesuatu yang manis.