Kepada Kesedihan


kupiara kau bagai bayi dalam gendongan bunda tersayang
kutimang-timang dengan sayang dan kelembutan
kukenali tangis dan tawamu sepotong-sepotong
sampai engkau bisa berdiri dan berlari
terbang satu beban bunda dari gendong

kupiara kau bagai anak merpati
bercericit dari pagi hingga senja hinggap
sampai ayah datang membawa padi-padian
untuk ibumu yang meyuapkan bagiannya untukmu
kalau malam datang bersama angin
sayap ibu-ayah  mengapitmu
menciptakan kehangatan untukmu
hingga pagi mengerling lagi

apa guna kupiara kau
jika tak kutakik rahasia-rahasia ilmu
serta kesabaran yang tak ada muaranya
yang mengaliri nadiku yang pekat karenamu
urat syarafku kadang-kadang menangis tersedu-sedu
sebab engkau mencampakannya
di hadapan wajahmu yang penuh luka-luka
karena tercekat dan tak bisa bicara
kerongkonganku kututup dari dunia
agar tak keluar sedu sedan jua darinya

tikam dan sayat-sayatlah aku
biar kuusap dan kusumbat
luka nganga dengan darah 
mengucur bagai sedang marah-marah
jerat dan cekiklah aku
biar kuurai temalimu melingkar leher
menyisakan nafas satu-satunya untukku

kupiara kau, tak kusingkirkan dari diriku
kubagi separuh-separuh dengan kegembiraan
hidupku terombang ambing kiri kanan
menemukan sedikit keseimbangan

siksalah aku sekuatmu
bikinlah sekarat sesering yang kau mau
aku tak kan mati karenamu
kudapatkan keteteguhan
dari kebahagiaan yang kau tangguh-tangguhkan

benar nian si burung berak
mengingat wajah kekasih adalah siksa
sebab ia telah menjadi racun bagi darahku
sebab ia tungku dan aku api
yang kini kehilangan nyala
sebab tungku menghilang pergi

lemparlah aku ke dalam jurang paling curam
ke dalam lobang paling kelam
yang lumut-lumutnya tlah berusia berabad-abad
batu-batuannya merindukan darah
untuk ditenggak memupus haus penantian

tak bisa kuenyahkan wajah kekasih
seperti aku ia eyahkankan dengan sejentikan kelingking
seperti ia memintaku melepasnya, menyarankan
sederet nama-nama perempuan sebagai penggantinya

amat pilu menjelma sembilu menebas pangkal jantungku
merampas nafasku yang sisa satu
jantung yang belum lama kurangkaikan
setelah terserak-serak di kolong-kolong meja
setelah tercecer-cecer di tong-tong sampah
kini terburai lagi dan tak hendak kusesali


kalau sungguh tak lagi bisa cinta
janganlah rebut cintaku jua
kalau muak menatap mataku yang hampir selalu berair
akan kututup dari pandanganmu yang tak pernah tak kurindu
akan kusembunyikan kelopakku
kumasukkan ke dalam amplop
lantas kukirim ke masa lalu








0 komentar:

Posting Komentar

 

About

Menelan kepahitan untuk disuguhkan menjadi sesuatu yang manis.