Kutulis kenangan-kenangan dengan satu harapan untuk lebih mengenal dan menghargai diri dan hidupku sendiri. Kepingan-kepingan hidup yang tidak selalu indah. Terangkai menjadi satu, menjadi sesuatu dengan warna-warna yang begitu banyak sampai-sampai tak bisa kusebut kemudian kutanyai diri: warna apa ini?
Aku pelupa,
pelupa akut yang sering melupakan hal-hal penting dalam hidup. Lupa tak jarang
menyayatkan luka. Luka itu kemudian membekas. Dengan bekas luka, sesuatu yang pernah kulupa, tak bisa
kulupakan lagi. Kadang ia menjadi hantu dalam kesendirian. Lain waktu mungkin
bisa jadi cahaya teplok.
Mengingat
kegagalan-kegagalan yang aku pernah lama berkubang di dalamnya. Rasanya seperti
dihantam penyesalan yang tak ada habisnya. Bagai badai menghempasku tanpa
pernah tahu kapan akan merebah di tanah. Maka yang aku bisa cuma mengoreksi
yang salah, yang semoga masih bisa kuperbaiki.
Seperti aku
bilang. Ada bekas luka yang kusandang. Ada ikutan dari sikap keteledoran. Sesal
jadi makin pekat kelamnya. Jadi makin berat kupikul. Tulisan-tulisanku berwajah
sama: suram dan muram.
Ketika tak
satupun bersedia mengerti. Betapa hidup ini sepi. Lalu-lalang orang-orang
hanyalah ilalang yang akan segera hilang dilahap malam. Ketika yang mendiami
hati beranjak pergi dan tak bisa kutahankan. Sukar kuungkapkan kesakitan. Tergagap
aku menghadapi kenyataan. Yang pernah menghibur dengan senyum, berlalu
mengabaikanku yang tersungkur. Terkubur liang-liang waktu.
Tak ada alasan
ataupun penjelasan yang melegakan. Semua terasa gelap. Kadang kupikir, hidupku
terlalu banyak mengeluh. Kalau hidupku masih panjang dan aku begitu mudah
terpuruk dengan masalah-masalah. Lantas bagaimana uban tak akan sulit merebut
hitam rambutku. Bagaimana keriput tak akan susah menemukan tempat yang nyaman
di wajahku. Bagaimana kerapuhan, begitu saja menyingkirkan keyakinan yang sudah
terbiasa jatuh bangun.
Melupakan bukan
jalan keluar. Masa lalu yang terungkit, semenyakitkan apapun mustilah kudengar.
Mustilah jadi pijakan menuju jalan lapang kebaikan. Kesakitan adalah satu
syarat keindahan dan kebahagiaan. ibu yang melahirkan musti merasakan
kesakitan, pintu kepada kebahagiaan mendengar cerik bayi yang berwajah merah.
0 komentar:
Posting Komentar